Metro – Pemerintah Kota (Pemkot) Metro akan menyurati pemilik Hotel Aidia maupun Kost Lintang terkait pengentasan banjir di rumah warga sekitar.
Pasalnya pemilik Hotel Aidia, hingga saat ini belum pernah bisa ditemukan untuk dimintai keterangan. Bahkan saat Satpol PP, DPMPTSP dan camat setempat tinjau langsung ke lokasi pengetasan banjir.
Asisten II Setda Kota Metro, Yerri Ehwan mengatakan, pemerintah akan menyurati pemilik Hotel Aidia untuk duduk bersama menyelesaikan permasalahan banjir tersebut.
“Kita sedang proses surat untuk langsung ke sana, nanti kita antarkan langsung ke sana, ya kita komunikasi lah. Ya mereka juga kan ada nama baik, kita belum duduk bareng, tapi informasinya seperti itu,” ucap Yerri saat diwawancarai awak media usai menghadiri soft launching Metro Creative Hub 2022 di Sentra Kreatif (Sekam), Rabu (28/12/2022).
Menurut dia, salah satu solusi yang bisa diambil yakni pihak Hotel Aidia dan rumah Kost Lintang memperlebar saluran irigasi agar ketika hujan turun air tidak menggenangi rumah warga.
“Solusi untuk Hotel Aidia, kita meminta itu supaya diperlebar saluran air, drainase, Anak Sungai Way Batanghari ya. Itu bisa diperlebar juga, termasuk ketinggiannya. Bangunannya untuk sementara ini yang kita lihat di Aidia itu berupa salurannya saja. Tetapi kalau yang di Kost Lintang, memang di atasnya itu sudah ada Kost-kostan nya itu,” bebernya.
“Saya kira, itu nanti bisa konfirmasi ke pihak Hotel Aidia, kalau dari sisi kita, Pemda, kita akan proses juga administrasinya, misalkan hibah dan lain-lainnya itu administrasi harus clear juga, supaya di lain hari sudah gak ada lagi permasalahan,” tandasnya.
Diketahui, adanya pelanggaran pendirian bangunan di DAS yang dilakukan oleh Hotel Aidia dan rumah Kost Lintang sudah cukup lama menjadi keluhan warga setempat, karena memicu genangan air dalam jumlah besar saat hujan di rumah warga sekitar. Dan sudah ditinjau langsung oleh Satpol PP Kota Metro. Namun, sampai saat ini, Pemkot setempat masih menunggu itikad baik dari Hotel Aidia Grande.
Sementara itu, pemilik Kost Lintang, Ibu Bambang mengaku pihaknya sudah berlapang dada dan menerima jika bangunan rumah kost miliknya dibongkar. Hal ini, agar permasalahan banjir akibat saluran irigasi yang tertutup bisa teratasi.
“Iya kami tidak apa-apa jika bangunan rumah kost ini dibongkar oleh pemerintah. Ini untuk keselamatan masyarakat. Karena rumah kost kami juga sering kena banjir,” tukasnya.
Berdasarkan data yang dihimpun, terdapat sederet regulasi yang mengatur tentang pendirian bangunan di DAS. Seperti tertuang di Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 38 Tahun 2011 Tentang Sungai, telah diatur jarak bangunan yang harus berjarak setidaknya 10 sampai 20 meter dari bibir sungai dan ada larangan tegas untuk mendirikan bangunan di sekitar sungai, anak sungai, drainase atau irigasi.
Dalam Pasal 5 Permen PUPR RI Nomor 28/Prt/M/2015 tentang Penetapan Garis Sempadan Sungai dan Garis Sempadan Danau dan UU Nomor 7 Tahun 2004 tentang Pengairan, terdapat penetapan lebar garis sempadan sungai, irigasi dan saluran drainase.
Kemudian juga di UU Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, terdapat ketegasan berupa ancaman pidana bagi pelanggar pembangunan di DAS. Disebutkan dalam Pasal 25 Huruf b dan d, serta pada Pasal 36, bahwa bagi orang yang dengan sengaja melakukan kegiatan kerusakan air dan prasarananya dan pencemaran air, diancam pidana paling lambat 3 tahun, paling lama 9 tahun, dengan denda paling sedikit Rp 5 miliar dan paling banyak Rp 15 miliar. Kemudian, pada Pasal 40 Ayat 3, dikatakan apabila sengaja melakukan kegiatan konstruksi prasarana sumber daya untuk kebutuhan usaha tanpa izin, dapat dipidanakan 3 tahun penjara dengan denda Rp1 miliar hingga Rp5 miliar. (red)